
"Sederet kebijakanÃÂ yang meningkatkan tarifÃÂ pajakÃÂ menjadikan harga jual motor tidak kompetitif. Bahkan dari beberapa aturan perpajakan yang ada, kalau ditotal secara kumulatif mencapai 300 persen. Sepanjang ini (kebijakan) tidak berubah, siapa pun (yang akan menjadi diler) akan menghadapi tantangan berat," papar Komisaris PT Mabua yang juga CEO MRA Group, Soetikno Soedarjo, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, di sejumlah negara pajak untuk motor gede memang cukup besar dibandin g motor-motor lainnya. Namun besaran pajak di negara-negara itu tak sebesar di Indonesia.
Pernyataan serupa diungkapkan Presiden Direktur PT Mabua, Djonnie Rahmat. Dia menyebut, pajak yang tinggi menyebabkan harga motor Harley di Indonesia berlipat-lipat dan menjadikan penjualannyaÃÂ merosot drastic begitu kebijakan itu diterapkan.
Menurutnya, ada empat aturan perpajakan yang selama ini memberatkan importir motor besar. Pertama, adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 175/PMK.011/2013. Aturan ini mengerek tariffÃÂ PPh 22 Import dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.
Kedua, Peraturan PemerintahÃÂ NomorÃÂ 22 Tahun 2014. Beleid anyar itu mengaturÃÂ tentang Kenaikan Pajak Penjualan Barang Mewah dari 75 persen menjadi 125 persen.
Ketiga, PMK NomorÃÂ 90/PMK.03/2015 tentang Penetapan Tarif PPh 22 Barang Mewah untuk Motor Besar . Berdasar aturan ini, tarif PPh 22 untukÃÂ motor bermesin 500 cc ke atas dinaikan dari 0 persen menjadi 5 persen.
Sedangkan yang keempat, PMK NomorÃÂ 132/PMK.010/2015 tentang Kenaikan Tarif Bea Masuk Motor Besar. Jika sebelumnya bertarif 30 persenÃÂ dinaikan menjadi 40 persen.
"Selama ini masih berlaku, siapa pun (yang menjadi diler) akan berat," kata dia.
Djonnie mengaku sebelumnya telah melakukan beberapa upaya untuk menyiasati agar beban pajak bisa dikurangi. Caranya, dengan merakit motor asal Negeri Paman Sam itu di pabriknya yang terletak di Pulo Gadung, Jakarta Timur. Namun, upaya itu tak juga membuahkan hasil. Soalnya, selain membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, beban pajak juga masih tinggi.
Dia juga menegaskan, pihaknya juga tidak pernah berkeinginan dan melakukan tindakan melanggar hukum dengan cara menyebutkan motor diimpor dalam bentuk terurai (CKD) dan dirakit di dalam negeri padahal sejatinya diimpor secara utuh (CBU).ÃÂ Langkah seperti itu umumnya dilakukan untuk mengelabui pajak.
"Tidak benar sama sekali . Tidak ada tindakan kami seperti itu. Bisa dibuktikan. Saya ini lulusan Lemhanas (Lembaga Ketahanan Nasional), sehingga tahu persis soal aturan-aturan hukum yang harus dipatuhi. Kami tidak ingin melanggar apapun yang ditetapkan negara," paparnya.
![]() |
(arf/ddn)