Monday, April 25, 2016

Gaikindo: Dengan Adanya MEA, SDM Otomotif Harus Siap

Gaikindo: Dengan Adanya MEA, SDM Otomotif Harus SiapJakarta - Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai berlaku akhir tahun 2015. Agar industri otomotif dalam negeri maju, sumber daya manusia (SDM) Indonesia juga harus bisa bersaing.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto mengatakan, dengan adanya MEA, maka SDM Indonesia harus siap. Dia mengatakan, SDM di Indonesia sebenarnya tidak buruk.

"Dengan adanya MEA makanya kita harus siap. Tapi kan kita juga sudah jelas aturan mainnya mengenai pengupahan, sudah jelas naiknya tiap tahun berapa. Skill kita juga tidak jelek," kata Jongkie kepada detikOto.

Meski begitu, berbagai pelatihan harus tetap diikuti oleh SDM asal Indonesia aga r bisa bersaing. Hal itu dilakukan agar kualitas SDM Indonesia tetap terjaga.

"Ya kita harus antisipasi. Ya training supaya kualitas lebih baik. Skillnya tetap harus ditingkatkan. Makanya kita enggak usah malu bahwa kita harus mengirim teknisi ke sana (ke luar negeri) untuk belajar. Kenapa mesti malu? Orang namanya belajar kok," ujar Jongkie.

Dan training-training itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh perusahaan otomotif. Sebab, perusahaan otomotif juga ingin tetap menjaga kualitasnya.

"Tentunya pembinaan dan training harus tetap dilakukan. Tidak bisa lengah. Saya rasa itu udah jalan kok. Kalau enggak pabrikan juga takut itu mobil dibikin sama orang enggak kompeten. Kan dia menjaga nama dan kualitas," ujarnya.

Soal daya saing upah SDM asal luar Indonesia, kata Jongkie, belum tentu lebih murah. Apalagi, kualitas SDM Indonesia juga lebih baik.

"(SDM dari luar) Belum tentu lebih murah. Soal upah saya rasa bersaing. Kita kalahnya sama Vietnam kok. Vietnam lebih murah. Kualitas kita lebih baik. Kalau kualitas jelek kita enggak bisa ekspor mobil. Kita bikin mobil bagus-bagus kok," kata Jongkie.

Untuk pengembangan tenaga kerja di Indonesia, pemerintah pada 15 April lalu sudah membentuk task force untuk percepatan pengembangan standar kompetensi tenaga kerja.

Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, pada tahun lalu, dari 122,38 juta angkatan kerja, sebesar hampir separuh atau sebanyak 50,8 juta adalah lulusan SD ke bawah sehingga sulit mendapat tenaga kerja dengan kualifikasi ketrampilan dan keahlian yang cukup. Sementara lulusan SMP sebanyak 20,7 juta, dan lulusan SMA sebanyak 19,8 juta.
 
"Angka ini memprihatinkan sehingga kita membutuhkan bukan saja meningkatkan kompetensi tapi percepatan peningkatan kompetensi melalui pendidikan keterampilan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Darmin menegaskan bahwa Indonesia tidak dapat me ngandalkan pendidikan formal saja, tapi juga membutuhkan pendidikan keterampilan. "Tapi jangan fokus pada Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah saja, swasta juga harus terlibat," tandas Darmin di situs resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian..
 
Secara kelembagaan, misalnya sudah ada Badan Nasional Sertifikasi Nasional (BNSP) dan sudah ada BLK. Tapi, pemerintah merasa perlu mengajak banyak pihak untuk terlibat bersama-sama mengembangkan pelatihan-pelatihan. Bahkan perlu memasukkan program ini sebagai program prioritas.

"Kita akan membentuk task force untuk membahas hal ini," kata Darmin.
 



(rgr/ddn)

0 comments:

Post a Comment