Sunday, June 29, 2014

Masyarakat Masih Butuh Aturan Lalu Lintas

Masyarakat Masih Butuh Aturan Lalu LintasJakarta - Meski banyak yang melanggar lalu lintas saat berkendara di jalan, ternyata masyarakat masih memandang perlu adanya aturan lalu lintas jalan. Survey yang dilakukan oleh Road Safety Association (RSA) Indonesia menyebutkan bahwa, 97,04% masyarakat merasa perlu adanya aturan.

Di sisi lain, survey yang dilakukan pada 2014 itu juga menyebutkan bahwa hanya 47,51% warga yang mengaku tahu tentang aturan yang berlaku saat ini.
Pemberlakukan aturan dianggap sebagai upaya untuk mewujudkan lalu lintas jalan yang aman, nyaman, dan selamat. Lihat saja, sebanyak 51,87% masyarakat berpendapat bahwa keselamatan jalan itu adalah taat aturan dan tidak tabrakan.

 Persepsi ini cukup relevan jika melihat fakta data Korlantas Mabes Polri tahun 2013 yang menyebutkan mayoritas pemicu kecelakaan, yakni 42% adalah perilaku tidak tertib. Perilaku seperti ini bisa disimpulkan sebagai tindakan melanggar aturan demi kepentingan diri sendiri. Ironisnya, berujung tabrakan.

Secara teori, jika peraturan ditegakkan dengan tegas, konsisten, kredibel, transparan, dan tidak pandang bulu, memungkinkan menyusutnya pelanggaran atas aturan. Pada gilirannya, merujuk pada data yang ada, bila pelanggaran berkurang, peluang terjadinya kecelakaan juga bisa mengecil.

Fakta memperlihatkan, saat ini, setiap hari terjadi 270-an kecelakaan yang merenggut 70-an jiwa per hari.

"Hasil survey kami juga memperlihatkan bahwa sebanyak 84,58% masyarakat menganggap penegakan hukum di jalan masih belum tegas dan konsisten," ujar ketua umum RSA Indonesia, Edo Rusyanto di Jakarta.

Hanya sebanyak 12,93% yang merasa penegakan hukum sudah tegas dan konsisten. Selebihnya mengaku tidak peduli, tidak tahu, dan memilih tidak menjawab, yakni 2,49%. Persepsi publik soal polisi lalu lintas yang mesti diprioritaskan untuk dipatuhi di jalan juga amat minim, yaitu 24,92%.

Survey memperlihatkan, masyarakat menganggap rambu lalu lintas yang lebih dipatuhi (72,43%) sekalipun saat itu ada polisi, petugas dinas perhubungan, dan rambu lalu lintas.

Persepsi ini bisa jadi memperlihatkan rendahnya pengetahuan publik tentang diskresi polisi lalu lintas. “Tak heran ketika menemui instruksi polisi untuk maju hingga melibas zebra cross, esok harinya ketika tidak ada instruksi polantas, masyarakat mendiskresikan dirinya sendiri. Memprihatinkan,” timpal Edo.


0 comments:

Post a Comment