Friday, August 7, 2015

Nenek yang Juga Pemegang 47 Persen Saham BMW Ini Telah Wafat

Nenek yang Juga Pemegang 47 Persen Saham BMW Ini Telah WafatMunich - Seorang nenek yang juga salah satu pemegang saham BMW individu terbesar, Johanna Quandt, telah menghembuskan nafas terakhirnya Senin (3/8/2015) lalu di Bad Homburg, sebuah kota di luar Frankfurt.

Bersama dua anaknya, perempuan berusia 89 tahun itu menggenggam 46,6 persen saham pabrikan yang berbasis di Munich, Bavaria, Jerman tersebut.

Seperti dilansir Reuters, saham yang dipegang Quandt sebanyak 46,6 persen itu terdiri dari saham atas nama dirinya sebesar 16,7 persen. Sedangkan 17,4 persen atas nama anak laki-lakinya, Stefan Quandt, dan 12,5 persen atas nama Susanne Klatten, anak perempuannya.

Jurubicara BMW mengatakan, saham milik mendiang Quandt, tetap akan dimiliki oleh keluarga. Meski distribusi saham itu di keluarga akan ditentukan sendiri oleh mereka.

"Johanna Quandt telah bekerja atas nama BMW Group selama lebih dari 50 tahun, membawa antusiasme dan semangat untuk perusahaan. Dia memberi dukungan dan keamanan bagi perusahaan,” ujar Chief Executive Officer BMW, Harald Krueger dalam sebuah pernyataan.

Kepemilikan saham atas nama Johanna Quandt terjadi pada 1982 lalu, yakni sesaat setelah suaminya, Herbert Quandt, meninggal. Kemudian dia membaginya kepada anak-anaknya.

Perempuan yang bernama asli Johanna Bruhn, itu lahir di Berlin, Jerman, pada 1926. Sebelum menjadi istri Herbert Quandt, dia maga di sebuah perusahaan teknologi medis. Namun, kegiatannya terhenti, tatkala perang Dunia II berkecamuk. Herbert sendiri merupakan seorang industrialis Jerman yang berperan dalam kebangkitan BMW setelah masa perang.

Seusai perang dia melamar ke kantor Herbet Quandt pada 1950. Ternyata, di kantor itulah jalinan cinta antara dia dengan Quandt mulai bersemi, sehingga keduanya sepakat menikah pada 1960.

Pada 1982 dan 1997, perempuan ini tercatat duduk di Dewan Pengawas BMW. Namun sebelumnya, perempuan dengan kekayaan â€Â" menurut perkiraan Forbes â€Â" sebanyak US$ 16,2 miliar atau sekitar Rp 215,46 triliun itu mendirikan yayasan yang memberikan dukungan bagi jurnalis bidang bisnis, investasi, dan penelitian medis pada 1995.


(arf/ddn)

0 comments:

Post a Comment