Monday, September 21, 2015

Dolar Sudah Lebih Parah dari 1998? Ini Pendapat Para Bos Otomotif

Dolar Sudah Lebih Parah dari 1998? Ini Pendapat Para Bos OtomotifJakarta - Nilai tukar dolar terhadap rupiah sering jadi bahan lelucon di media sosial. Ada yang menyebut, dolar sekarang sudah mirip call center sebuah restoran cepat saji angkanya. Bahkan ada yang menilai pengaruh dolar ke industri otomotif sudah lebih parah dari tahun 1998.

"Kita yakin kondisi otomotif akan membaik. Tapi melihat seperti ini (dolar mencapai Rp 14.000 lebih) ini tidak positif lagi, sampai-sampai di media sosial ada yang nyebut sudah lebih dari nomor McD,” seloroh Presiden Direktur PT Hyundai Mobil Indonesia, Mukiat Sutikno, saat menyambangi detikOto, Jumat (18/9/2015).

Mahalnya dolar berujung pula pada melemahnya daya beli masyarakat. Dampaknya pun sudah terlihat pada angka penjualan mobil yang terkoreksi sampai 20 persen, membuat pabrikan ada yang berani memberikan diskon puluhan juta rupiah.

"Bahkan ada mobil baru yang memberikan diskon hingga Rp 37 juta. Berarti ini lebih parah dari 1998, ini dilakukan karena mereka mau mempertahankan produksi mereka," katanya.

Pabrikan berlomba-lomba memberikan diskon agar mobil yang mereka produksi cepat terjual, sehingga pabrik tetap ngepul. Namun di sisi lain, hal ini justru merugikan perusahaan mobil itu sendiri.

CEO Garansindo Inter Global Muhammad Al Abdullah menambahkan pemerintah sudah beberapa kali melakukan kebijakan yang ‘gagal’ dalam sektor otomotif sejak 2014 lalu. Dia mengacu pada kenaikan Bea Masuk untuk mobil impor yang naik sampai 50 persen, kenaikan PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah) 125 persen.

“Pemerintah harusnya berani berbuat sesuatu untuk menolong industri otomotif yang terus terpuruk. Buat kebijakan yang berani dan mengena langsung, misalnya berani menurunkan tarif bea masuk atau PPnBM, sehingga volume penjualan bisa tertolong dan akhirnya, pemerintah juga untung karena pemasukan dari pajak naik,” ujarnya.

Baik Mukiat dan Muhammad menuturkan, sektor otomotif merupakan sektor yang memiliki efek cukup besar pada ekonomi.

“Mulai dari pekerja, industri, sampai berefek ke sektor perbankan, pembiayaan, dan para supplier atau pemasok,” ujar Muhammad.

Indonesia pun masih bisa tumbuh di sektor otomotifnya, karena rasio kepemilikan kendaraan di Indonesia masih lebih sedikit dibandingkan negara tetangga.

”Tapi Indonesia masih berpeluang besar. Karena dibandingkan dengan negara Malaysia dan Thailand, kepemilikan kendaraan di Indonesia itu masih terbilang sedikit," tambah Mukiat.





(lth/ddn)

0 comments:

Post a Comment