Tuesday, May 24, 2016

Ombudsman Laporkan Pelanggaran Pembuatan SIM

Ombudsman Laporkan Pelanggaran Pembuatan SIMJakarta - Ombudsman RI melaporkan temuan pelanggaran maladministrasi dalam proses pembuatan SIM kepada Korps Lalulintas Polri. Ombudsman berharap laporan ini akan memperbaiki pola penerbitan SIM.

"Ini merupakan hasil temuan dari investigasi kami. Karena kita mendorong agar apa yang dijanjikan oleh Kapolri untuk menciptakan pelayanan publik yang baik dan menjadi kenyataan. Jadi ini ada value yang akan meningkat dari sebuah komitmen menjadi realita," kata Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala di kantor Ombudsman, Jl Rasuna Sahid, Jakarta Selatan, Selasa (24/5/2016). Hadir dalam acara ini Kakorlantas Polri Irjen Agung Budi Maryoto.

Adrianus menyebut, masih cukup banyak temuan mala dministrasi dalam proses pembuatan SIM dari beberapa Satuan Pelayanan Administrasi (Satpas) maupun gerai SIM keliling pada 2015. Seperti di Polresta Padang, Palangkaraya, Samarinda, Manado, Polres Kupang, Mataram dan Ambon.

"Ada banyak temuan yang kita dapatkan dan dari berbagai kategori. Ringkas datanya pun kita tambah dari 2015 hingga Mei 2016 di Satpas Daan Mogot, Polres Depok dan Polresta Bekasi" sambungnya.

Adrianus menambahkan temuan maladministrasi yang menjadi kategori zona seperti penyimpangan prosedur, permintaan imbalan uang dan praktik percaloan serta prilaku petugas yang kurang baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adrianus menyebut hingga kini pelayanan Satpas masih di zona kuning 56,99 persen dan zona merah di 7,53 persen.

"Jadi kalau ketersediaan loket mungkin semuanya lengkap tapi makin ke bawah ketersediaan dan pelayanan bagi pengguna kebutuhan khusus sepertinya belum ada. Masih di beberapa tempat yang bentuk pelayana nnya baik dan masuk zona hijau kepatuhan berkisar 35,48 persen. Jadi memang perlu ada upaya-upaya peningkatan, supaya tidak ada rapor merahnya," jelas Adrianus.

Adrianus mencontohkan salah satu Polres yang cukup banyak mendapat temuan penyimpangan adalah Polres Mataram, seperti penyimpangan prosedur dan bertindak tidak layak atau tidak patut.

"Hampir dari berbagai temuan maladministrasi mungkin Mataram yang paling banyak. Tapi tidak semuanya, seperti di Samarinda contohnya semua pelayanan berjalan dengan baik," pungkas Adrianus

Adrianus menyebut praktik pungli (pungutan liar) dan percaloan menjadi permasalahan sendiri yang dilaporkan. Bahkan tak sedikit aparat petugas yang justru menawarkan jasa.

"Penyimpangan prosedur seperti tidak mengikuti ujian tertulis atau ujian praktik tapi bisa mendapat SIM. Kemudian permintaan uang atau imbalan di luar prosedur, Petugas yang bertindak tidak layak atau tidak patut seperti petugas yang tidak seharus nya melakukan pelayanan justru menawarkan jasa layanan," papar Adrianus.

Selain itu salah satu yang paling mengagetkan tarif mengurus SIM yang berkisar Rp 400 ribu sampai Rp 1,2 juta. "Kami terima laporan terkait Satpas SIM. Kami dengar ada praktik pungli dan percaloan. Untuk itu, kami lanjutkan dengan investigasi seperti ini. Di Polres Jayapura misalnya, petugas meminta uang di luar biaya seharusnya Rp 120 ribu untuk mengurus SIM A baru menjadi Rp 140 ribu," kata anggota Ombudsman Adrianus Meliala.

"Ada lagi dari hasil wawancara tim mysteri shopping untuk pembuatan layanan SIM B1 seharusnya Rp 350 ribu, bisa mencapai Rp 1,2 juta jadi ada biaya yang tidak seharusnya dikeluarkan oleh pengguna layanan," sambung Adrianus.

Temuan serupa juga terjadi di enam Satpas Polres di luar Polda Metro Jaya yang diinvestigasi Ombudsman. Enam Polres tersebut antara lain Polres Mataram, Polresta Manado, Polres Ambon, Polresta Kupang, Polresta Palangkaraya dan Polres ta Padang.

"Masing-masing Satpas SIM di Polresta tersebut banyak pungutan liar oleh oknum petugas dengan tarif beragam mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 300.000," imbuhnya.

Adrianus menyarankan dengan maraknya pungutan liar dan praktik percaloan kepada Korps Lalu Lintas untuk melakukan evaluasi. Agar pelayanan Satpas menjadi lebih transparan.

"Perlu dilakukan evaluasi dan menyusun alur pelayanan dengan standar pelayanan publik sesuai amanat UU nomor 25 tahun 2009 tentang pelayana publik. Serta kalau bisa membentuk dan memastikan tim khusus untuk mengawasi proses pelayanan SIM sesuai standartnya," pungkas Adrianus.

Sementara itu, Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto yang menerima laporan investigasi dari Ombudsman menyebut sedang dilakukannya pembenahan dalam proses pelayanan SIM.

"Sedang kita lakukan pembenahan, salah satunya dengan menghilangkan calo seperti sistem first in dan first out. Sehingga nantinya kantor Satpas tidak bisa dimasuki sejumlah orang umum, jadi hanya orang-orang yang mengurus SIM saja yang bisa masuk," kata Agung.

Agung juga menambahkan, pihaknya juga tengah memperbaiki IT yang berkaitan dengan pengurusan SIM khususnya SIM online yang akan memudahkan masyarakat untuk mengurus SIM. Namun ia meminta kepada masyarakat untuk berperan aktif bila mengatahui atau mengalami praktik-praktik percaloan maupun pungli dalam proses pembuatan SIM.

"Nantinya ini akan mempermudah masyarakat sehingga tidak ada lagi percaloan. Tapi bila memang masih ada praktik itu rekam, catat, laporkan dan serahkan bukti itu akan kami proses," jelas Agung.

Agung menegaskan, bila terbukti ada oknum kepolisian yang memberikan jasa pelayanan SIM dan meminta uang untuk mempermudah prosesnya akan segera ditindak.

"Laporkan secara resmi, misalnya brigadir Agung ada buktinya terekam, catat dan laporkan itu ke kami. Sanksinya, kalau pidana kita pidanakan, tapi kalau memang administrasi dari Polri mungkin bisa di mutasi," pungkas Agung.



(adf/ddn)

0 comments:

Post a Comment