Tuesday, May 28, 2013

Penuh Resiko Saat Anak di Bawah Umur Mengemudi Sendiri

Penuh Resiko Saat Anak di Bawah Umur Mengemudi Sendiri Jakarta - Keselamatan mesti menjadi prioritas saat berkendara. Ketika itu terjadi, cita-cita mewujudkan lalu lintas jalan yang humanis bisa lebih diwujudkan. Suasana jalan yang kental dengan sikap respek diantara sesama pengguna jalan. Tak perlu ada saling serobot.

Kerangka besar keselamatan berkendara melingkupi aspek sosial, ekonomi, budaya, hukum, bahkan politik. Situasi di jalan raya merupakan limpahan dari sistem tatanan masyarakat tersebut. Kalau sistemnya rentan dengan karut marut, kondisi jalan rayanya bisa ikut-ikutan karut marut.

Selain soal kebiasaan, pemahaman atas regulasi, yakni Undang Undang (UU) No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) juga menjadi penting. Termasuk soal kebiasaan memberikan izin kepada anak di bawah umur untuk mengemudi kendaraan, entah itu roda dua atau roda empat.

Anak-anak di bawah umur, yakni mereka yang berusia di bawah 17 tahun, masih dianggap belum stabil dalam mengemudi. Bisa jadi lebih mudah terprovokasi oleh situasi di sekelilingnya sehingga bukan mustahil bisa membuyarkan konsentrasi. Belum lagi secara teknis, dimana bobot kendaraan sangat tidak seimbang dengan fisik anak-anak.

Bisa jadi lantaran itu semua, UU No 22/2009 tentang LLAJ pada pasal 77 menegaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. Untuk itu, calon penerima SIM mesti mengikuti pendidikan dan pelatihan sehingga memiliki kompetensi dalam mengemudia.

Bahkan, dalam pasal 81 ayat satu ditegaskan bahwa untuk mendapatkan SIMsetiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. Nah soal syarat usia, dalam ayat dua-nya disebutkan bahwa paling rendah usia 17 tahun untuk SIM A, C, dan D. Lalu, usia 20 tahun untuk SIM B I. Sedangkan untuk SIM BII minimal usia 21 tahun.

Sementara itu, untuk syarat administratif mencakup identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), mengisi formulir permohonan, dan rumusan sidik jari.

Melihat persyaratan di atas, artinya, anak di bawah umur belum bisa mendapat SIM. Para perumus UU pasti sudah mempertimbangkan aspek-aspek keselamatan jalan. Tinggal para orang tua mampu mendidik anggota keluarga untuk memahami regulasi yang ada.

Namun, basis utamanya tetap pada aspek keselamatan. Rasanya, mengizinkan anak di bawah umur untuk mengemudi bisa mengundang risiko yang tinggi. Sepatutnya orang tua membentengi setiap anggota keluarga dari kejamnya si jagal jalan raya yang tiap hari rata-rata merenggut 80-an jiwa anak bangsa.

Apalagi, berdasarkan informasi yang saya peroleh, komposisi korban kecelakaan yang melibatkan anak-anak usia di bawah 16 tahun, porsinya terus membesar. Pada rentang 2007-2010, rata-rata kontribusinya sekitar 10% dari total korban kecelakaan. Baik mereka yang luka-luka maupun meninggal dunia. Namun, hal yang perlu diwaspadai adalah tren kontribusinya yang terus membesar. Walau, sempat menurun pada 2008.


(syu/ddn)

0 comments:

Post a Comment