Monday, October 5, 2015

Bos Maserati Asia Yakin Lesunya Pasar Mobil Indonesia Hanya Sementara

Bos Maserati Asia Yakin Lesunya Pasar Mobil Indonesia Hanya SementaraNusa Dua - Pasar mobil di Indonesia baik segmen menengah bawah maupun mewah saat ini tengah lesu seiring dengan melemahnya kondisi perekonomian nasional. Namun, bagi merek asal Italia, Maserati kondisi tersebut diyakini tak akan berlangsung seterusnya karena potensi pasar dan ekonomi Indonesia yang besar.

“Dinamika perekonomian yang kadang naik atau sebaliknya, saya rasa sesuatu yang jamak terjadi di berbagai negara di beberapa belahan dunia. Hanya, daya tahan atau kemampuan untuk bangkit dan terus bergerak itu tergantung modalitas dari negara yang bersangkutan. Saya melihat Indonesia punya potensi besar,” tutur Regional Director Asia Maserati Fabrizio Cazzioli saat ditemui di Nusa Dua, Bali, Selasa (6/9/2015).

Dia menyebut beberapa modal yang dimiliki oleh Indonesia dan menjadi pijakan untuk bangkit kembali adalah kekayaan sumber daya alam yang melimpah.

Kedua, posisi strategis dan luasnya wilayah Indonesia yang bisa menjadi basis manufaktur, jasa, sekaligus pasar bagi industri dari berbagai negara. Dan ketiga, adalah jumlah penduduk yang besar dan terus berkembang baik pendidikan maupun tingkat perekonomiannya.

“Indonesia merupakan pasar yang penting bagi kami. Dan itu kami melihat dalam jangka panjang, sebuah kesempatan yang menjanjikan ada di sini,” ujar Fabrizio.

Hanya, kini kondisi yang ada saat ini menjadikan penjualan mobil mewah juga terkena dampak. Kebijakan perpajakan dan tingkat nilai tukar terhadap dolar turut menjadikan konsumen menunggu situasi.

“Memang, kalau kebijakan perpajakan saya kira juga ada dimana-mana. Tetapi nilai tukar rupiah saat ini memang cukup membuat calon pembeli harus melihat situasi secara hati-hati,” kata dia.

Pernyataan serupa diungkapkn Chief Executive Officer PT PT Auto Trisula Indonesia Fransiska Renata atau Maserati Indonesia. Menurutnya, berbagai kebijakan perpajakan yang telah dibuat pemerintah justru kontraproduktif.

“Di saat kondisi ekonomi yang lesu, pajak dinaikkan membuat orang menunggu dan menahan pembelian. Sehingga pajak yang diharapkan dari pembelian itu tidak terjadi. Industri pun terkena dampak, kami juga tidak bisa menjual produk. Jadi tujuan pemerintah untuk menggenjot pajak tidak tercapai, target kami juga tidak tercapai,” paparnya.

Beberapa kebijakan itu adalah penaikan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), kenaikan Pajak Penghasilan (PPh), Kenaikan Tarif Bea Masuk impor mobil mewah. Sementara, di saat yang sama, nilai tukar rupiah terhadap dolar juga melemah, sehingga situasi pun semakin sulit.


(arf/ddn)

0 comments:

Post a Comment